Sistem Pemerintahan Negara Prancis
Sistem Pemerintahan Negara Prancis
Sistem Pemerintahan Prancis
Negara Prancis saat ini (terkenal dengan istilah Republik Kelima) merupakan sebuah negara Republik dan berbentuk negara kesatuan.Prancis menganut sistem pemerintahan semi presidensiil. Hal tersebut dikarenakan dalam menjalankan roda pemerintahan, Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dibantu oleh seorang Perdana Menteri. Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan yang presidensiil secara murni dimana Presiden hanya menjalankan pemerintahan seorang diri dengan hanya dibantu kabinet.
Untuk urusan legislative, Prancis menggunakan sistem parlemen 2 pintu (bikameral) yang terdiri dari National Assembly (sidang Nasional) dan Senat Tidak Berpendapat (Perliament Sovereignity). Hal ini berbeda dengan Indonesia yang mempunyai sistem legislatif trikameral (3 pintu) yang terdiri dari MPR, DPR, dan DPRD. Di Prancis, parlemen dapat membubarkan kabinet sehingga pihak mayoritas menjadi penentu pilihan pemerintah. Walaupun demikian, Presiden tidak dipilih oleh parlemen tetapi dipilih secara electoral college yang terdiri dari wakil-wakil daerah / kota.
Dalam menjalankan sistem pemerintahan di prancis, kabinet yang anggotanya terdiri dari dewan-dewan menteri berada dibawah kepemimpinan Perdana Menteri. Sedangkan Presiden bersama dengan Sidang Nasional dan Parliement Sovereignity akan mengangkat Dewan Konstitusi. Dewan Konstitusi ini anggotanya terdiri dari 9 orang yang tugas utamanya adalah mengawasi ketertiban dalam proses pemilihan presiden dan parlemen serta mengawasi pelaksanaan referendum.
Konstitusi yang dianut oleh Negara Prancis adalah konstitusi tertulis. Namun bila dibandingkan dengan negara-negara yang lain, konstitusi Prancis ini lebih regid (lebih kaku). Terjadi pemisahan kekuasaan yang jelas antara legislatif yang ada di tangan parlemen, Eksekutif di tangan Presiden, dan Yudisial di tangan badan kehakiman. Mengenai Badan Kehakiman, para hakim ini diangkat oleh eksekutif dan terbagi menjadi dua. Yaitu Peradilan Kasasi (Court of Casation) dan Peradilan Hukum Administrasi. Dalam perkara-perkara yang rumit dan berat, penanganannya akan dilakukan oleh Tribunal des Conflits.
Republik Prancis adalah sebuah republik semi-presidensial uniter dengan tradisi demokratis yang kuat.Konstitusi Republik Kelima disetujui melalui referendum tanggal 28 September 1958.Sehingga memperkuat kewenangan eksekutif dengan parlemen. Cabang eksekutif itu sendiri memiliki dua pemimpin: Presiden Republik, yang merupakan Kepala Negara dan dipilih langsung oleh hak pilih universal orang dewasa untuk jabatan selama 5 tahun (sebelumnya 7 tahun), dan Pemerintah, dipimpin oleh Perdana Menteri yang ditunjuk presiden.
Parlemen Prancis adalah sebuah badan legislatif bikameral yang terdiri dari Majelis Nasional (Assemblée Nationale) dan Senat.Deputi Majelis Nasional mewakili konstituensi lokal dan terpilih langsung selama 5 tahun.Majelis memiliki kekuasaan untuk membubarkan kabinet, dan mayoritas anggota Majelis menetapkan pilihan pemerintah. Senator dipilih oleh dewan pemilih untuk jabatan 6 tahun (sebenarnya 9 tahun), dan setengah kursi dimasukkan dalam pemilihan setiap 3 tahun yang dimulai pada September 2008. Kekuasaan legislatif Senat terbatas; dalam penentangan antara kedua pihak, Majelis Nasional memiliki perkataan terakhir, kecuali untuk hukum konstitusional dan lois organiques (hukum yang disediakan langsung oleh konstitusi) dalam beberapa hal. Pemerintah memiliki pengaruh kuat dalam pembentukan agenda Parlemen.
Politik Prancis ditandai oleh dua pengelompokkan yang saling menentang secara politik: pertama sayap kiri, dipusatkan di sekitar Partai Sosialis Prancis, dan lainnya sayap kanan, sebelumnya dipusatkan pada Rassemblement pour la République (RPR) dan sekarang Persatuan untuk Gerakan Rakyat (UMP). Cabang eksekutif kebanyakan terdiri dari anggota UMP.
Majelis Nasional Prancis
Prancis(Assemblée nationale) adalah majelis rendah Parlemen Prancis bicameral di bawah Republik Kelima. Yang lainnya adalah Senat (“Sénat”). Pada tanggal28 Mei1789, Romo Sieyès memindahkan Estate Ketiga itu, kini bertemu sebagai Communes("MajelisPerwakilan Rendah"), memulai pembuktian kekuasaannya sendiri dan mengundang 2 estate lainnya untuk mengambil bagian, namun bukan untuk menunggu mereka. Mereka memulai untuk berbuat demikian, menyelesaikan proses itu pada tanggal 17 Juni. Lalu mereka mengusulkan langkah yang jauh lebih radikal, menyatakan diri sebagai Majelis Nasional, majelis yang bukan dari estate namun dari "rakyat”.Bangunan resmi Majelis Nasional adalah Palais Bourbondi tepi sungai Seine. Majelis ini juga menggunakan bangunan sebelahnya, termasuk Immeuble Chaban-Delmas di rue de l ’Université. Gedung ini dijaga oleh Penjaga Republik, huissier memantau aktivitas di dalam ampiteater pertemuan dan fasilitas lainnya. Mengikuti tradisi yang dimulai Majelis Nasional pertama pada Revolusi Prancis, partai "sayap kiri" duduk di sebelah kiri bila dilihat dari kursi presiden, dan partai "sayap kanan" duduk di kanan, dan pengaturan kursi menandakanspektrum politik sebagaimana yang ditampilkan di Majelis.
Parlemen Prancis
Parlement français adalah cabang legislatif dan deliberatif (parlemen Pemerintah Prancis). Sistem parlementer di Prancis adalah bikameral, dan Parlemen terdiri dari "Majelis Tinggi”(chambre haute), merupakan Senat Prancis (Sénat) "Majelis Rendah"(chambre basse), merupakan Majelis Nasional Prancis (Assemblée nationale) tempat berbeda yaitu Palais du Luxembrug untuk Senat danPalais Bourbon untuk Majelis Nasional.
Republik Prancis ke-IV (1946-1958)
Dalam Negara Prancis tidak terdapat satu partai yang cukup besar untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri, sehingga kabinet di Prancis hampir semuanya berdasarkan koalisi.Badan eksekutif terdiri dari seorang presiden yang sedikit sekali kekuasaannya.Serta menteri-menteri yang hanya dipimpin oleh seorang perdana menteri.Kedudukan menteri tidak boleh dirangkap dengan kedudukan sebagai anggota parlemen.
Berdasarkan kenyataan Republik Prancis ke III (1870-1940) kabinet sering jatuh karena badan legislatif menerima mosi tak percaya, maka dalam Undang-Undang Dasar Republik Prancis ke-IV ditentukan, bahwa kalau dua kabinet jatuh dalam masa 18 bulan sebagai akibat dari mosi tak percaya, maka badan legislatif boleh dibubarkan. Akan tetapi dalam masa Republik Prancis ke-IV ternyata krisis kabinet tidak dapat dihindarkan. Tidak karena banyaknya mosi, akan tetapi karena salah satu atau beberapa partai yang tadinya mendukung kabinet koalisi menghentikan dukungannya dan menarik kembali menterinya. Sehingga hal ini menyebabkan jatuhnya kabinet dan terjadinya krisis kabinet.
Republik Prancis ke-V (1958-sekarang)
Berdasarkan atau bercermin pada kegagalan sistem parlementer Republik Prancis ke-IV karena badan eksekutifnya terlalu banyak didominasi oleh badan legislatif, maka presiden de Gaulle dalam tahun 1958 berhasil memprakarsai suatu Undang-Undang Dasar baru yang memperkuat kedudukan badan eksekutif, baik presiden maupun kabinetnya. Dengan demikian sistem ini lebih menjurus pada sistem presidensiil.
Kedudukan presiden diperkuat karena dia tidak lagi dipilih oleh anggota badan legislatif, sebagaimana Republik Prancis ke-IV, akan tetapi oleh suatu majelis pemilihan yang terdiri dari 80.000 orang. Dan mulai tahun 1962 langsung dipilih oleh semua rakyat yang berhak memilih.Lagi pula, masa jabatan presiden menjadi tujuh tahun.Juga kekuasaan untuk bertindak dalam masa darurat diperkuat. Dimana presiden boleh mengambil tindakan apa saja yang dianggap perlu untuk mengatasi krisis itu. Akan tetapi badan legislatif tidak boleh dibubarkan dan harus terus bersidang dalam masa darurat sekalipun.
Jika timbul pertentangan antara kabinet dengan badan legislatif, presiden boleh membubarkan badan legislatif.Undang-Undang yang telah diterima oleh badan legislatif yang tidak disetujui oleh presiden dapat diajukan olehnya langsung pada rakyat supaya bisa diputuskan dalam suatu referendum.Atau dapat diminta pertimbangan dari majelis konstitusionil.Badan ini memiliki wewenang untuk menyatakan suatu Undang-Undang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar. Juga penerimaan mosi dan interpelasi dipersukar, misalnya: sebelum sebuah mosi boleh diajukan dalam siding badan legislatif, harus didukung oleh 10% dari jumlah anggota badan itu. Sampai sekarang, sistem ini menunjukkan cukup keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif.Sehingga dipandang dan dianggap lebih menjurus pada sistem presidensiil.
Hukum Dalam Negara Prancis
Prinsip dasar bahwa Republik Prancis harus menghargai tercantum dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara 1789
Prancis menggunakan sebuah sistem hukum sipil; yang berarti, hukum berasal terutama dari peraturan tertulis; hakim tidak membuat hukum, tapi mengartikannya (meskipun jumlah penerjemahan hakim dalam beberapa hal menjadikannya sama dengan hukum kasus). Prinsip dasar peraturan hukum tercantum dalam Kode Napoleon.Dalam perjanjian dengan prinsip Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara hukum seharusnya hanya mlarang aksi yang merugikan masyarakat. Seperti Guy Canivet, presiden pertama Mahkamah Kasasi, menulis mengenai pengelolaan penjara: Kebebasan adalah peraturan, dan larangannya adalan pengecualian; larangan kebebasan apapun harus dibuat oleh Hukum dan harus mengikuti prinsip kewajiban dan perbandingan.
Berarti, Hukum harus mengeluarkan larangan hanya apabila dibutuhkan, dan bila ketidaknyamanan disebabkan oleh larangan ini tidak melebihi ketidaknyamanan yang diwajibkan larangan untuk pemulihan.Dalam praktik, tentunya, ideologi ini sering gagal ketika hukum dibuat.
Hukum Prancis terbagi menjadi dua bagian utama: hukum pribadi dan hukum umum. Hukum pribadi meliputi, biasanya, hukum sipil dan hukum kriminal.Hukum umum meliputi, hukum administratif dan hukum konstitusional. Tetapi, dalam praktik, hukum Prancis terdiri dari tiga bagian utama: hukum sipil; hukum kriminal dan hukum administratif.
Prancis tidak mengakui hukum agama, ataupun pengakuan keyakinan religius atau moralitas sebagai motivasi untuk penetapan larangan.Sebagai konsekuensi, Prancis tidak lagi memiliki hukum pengumpatan atau hukum sodomi (terakhir dihapus tahun 1791).Tetapi "serangan terhadap kesusilaan umum" (contraires aux bonnes mœurs) atau perusak perdamaian (trouble à l'ordre public) telah digunakan untuk menekan kembali ekspresi publik atas homoseksualitas atau prostitusi jalanan.
Hukum hanya dapat digunakan pada masa depan dan bukan masa lalu (hukum ex post facto dilarang) dan harus dilaksanakan, hukum harus secara resmi diterbitkan dalamJournal Officiel de la République Française.
Komentar
Posting Komentar